Wednesday, August 12, 2009

KESAYANGAN RASULULLAH S.A.W


Puteri Rasulullah SAW Yang Zuhud

Seorang gadis kecil berlari-lari menuju Ka’bah, kemudian ia bergegas menuju kepada orang tua yang tengah bersujud. Dilihatnya punggung orang tua itu penuh kotoran unta. Secepat kilat ia membersihkannya. Bercampur rasa geram air mukanya menyiratkan kesedihan yang begitu dalam. Betapa tidak, kotoran unta itu membaluri hampir seluruh jubah ayahnya. Tanpa kenal takut sedikitpun gadis kecil itu menentang orang-orang yang sombong yang tengah berdiri di hadapannya. Air mukanya benar-benar menunjukkan kemarahan, tanpa peduli bahawa yang sedang dihadapinya adalah para Quraisy yang tersohor kekejamannya.

Itulah Fatimah binti Muhammad saw. Masa kanak-kanaknya diwarnai oleh pergolakan sengit antara risalah suci yang dibawa ayahandanya menghadapi para penyembah berhala yang menginginkan sirnanya risalah tersebut. Setiap saat ia harus menyaksikan sikap pengingkaran masyarakatnya terhadap risalah tauhid yang diserukan ayahnya. Bukan hanya bersifat pasif, pengingkaran itu pun berupa celaan yang keji, gangguan fisik dan fitnah.

Dalam usia yang semuda itu seharusnya Fathimah tidak terlalu peduli, tetapi Allah telah memberikan kelebihan pada puteri Rasulullah saw dari ibunda Khadijah ini. Ia dikurniai sifat lemah lembut, cerdas dan berani. Kelebihan itu jelas sesuatu yang tidak dimiliki anak-anak seusianya. Fatimah harus menyaksikan realiti pahit yang melanda keluarganya, terutama gangguan pahit yang ditimpa oleh ayahnya. Ajaibnya, fenomena ini telah mampu dicerna oleh Fatimah kecil. Dan kondisi inilah yang telah melahirkan kedewasaan yang lebih dini dari pada anak-anak Fathimah.

Masa kanak-kanaknya adalah masa keprihatinan, dan masa kekhuatiran atas keselamatan sang pembawa risalah, Rasulullah saw. Untuk itulah Fatimah nyaris selalu memantau kemana ayahnya pergi. Fatimah pun harus turut merasakan pemboikotan terhadap keluarga bani Hasyim oleh masyarakat jahiliyah Quraisy selama 3 tahun.

Seusai masa pemboikotan tersebut, datanglah ujian baru dengan berpulangnya sang ibunda tercinta, Khadijah; ke pangkuan Allah swt. Dipandanginya orang yang sangat dikasihinya dengan air mata berderai tak tertahankan. Fathiah yang belum lagi puas dibuai oleh tangan lembut sang bunda, sedih sekali menghadapi kenyataan ini. Lembara kisah hidup Fatimah penuh dengan hal-hal yang menakjubkan.

Sejarah telah mencatat bagaimana ia telah menjadi seorang ibu rumah tangga yang selalu bekerja keras, bekerja dengan segenap kemampuannya untuk kepentingan keluarga dalam kondisi yang miskin. Pilihannya kepada Ali bin Abi Thalib tidak pernah membuatnya menyesal. Dan kesan atas pilihannya itu pun ia jalani dengan penuh kesabaran, walaupun ia harus jatuh bangun menegakkan rumah tangganya.

Ia sering kekurangan makan, tapi tak pernah lupa untuk membagi apa yang dimilikinya kepada orang yang lapar yang datang menghampiri pintu rumahnya. Fatimah sangat sayang kepada ayahnya, patuh pada suaminya serta setia kepada risalah yang diajarkan ayahnya.

Ketika kehidupan beransur pulih dan makanan tersedia dengan cukup, kadang ia tetap tidak mempunyai apa-apa sepanjang hari. Hal itu disebabkan kerana ia sering memberikan makanan kepada orang yang jauh lebih sengsara. Ia selalu berusaha untuk mengatakan „tidak" terhadap keinginannya sendiri, sehingga dirinya tidak menjadi budak nafsu yang akan membawa kepada kebinasaan.

Dari Ali bin Abi Thalib, Fatimah melahirkan dua orang putera dan dua orang puteri, Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kaltsum. Putera-puteri Fatimah ini pun tercatat sebagai mujahid dan mujahidah.

No comments:

Post a Comment